Bali's Dark Side

Sisi Gelap Surga: Perjuangan Bali Melawan Overtourism

Bali, yang dulunya dikenal sebagai surga tropis, kini bergulat dengan kompleksitas pariwisata yang berlebihan. Meskipun pariwisata tetap menjadi landasan ekonominya, pulau ini menghadapi tantangan signifikan yang mengancam keberlanjutan lingkungan, integritas budaya, dan kualitas hidup penduduknya.

Tekanan Lingkungan

  • Kelangkaan Air : Pariwisata menyumbang lebih dari 65% konsumsi air tanah Bali, yang menyebabkan berkurangnya jumlah sungai dan sumur. Penggunaan berlebihan ini mengancam sistem irigasi tradisional seperti Subak , yang telah menopang sawah terasering Bali selama berabad-abad.
  • Polusi Plastik : Pantai-pantai seperti Kedonganan di Jimbaran dibanjiri sampah plastik, yang mendorong kelompok-kelompok lingkungan untuk menyatakan “darurat sampah.” Meskipun ada upaya pembersihan, masalah ini tetap ada, yang memengaruhi citra Bali sebagai destinasi yang berkelanjutan.
  • Degradasi Terumbu Karang : Penggunaan berlebihan dan polusi telah menyebabkan pemutihan karang, membahayakan keanekaragaman hayati laut dan mata pencaharian masyarakat nelayan setempat.

Tantangan Urbanisasi dan Infrastruktur

  • Pembangunan yang berlebihan : Perluasan hotel dan resor yang pesat telah menyebabkan hilangnya lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Pada tahun 2024, Bali memiliki 541 hotel, peningkatan signifikan dari 249 hotel satu dekade lalu.
  • Kemacetan Lalu Lintas : Pada bulan Desember 2023, wisatawan terpaksa berjalan kaki sejauh 4 kilometer untuk mencapai bandara karena kemacetan lalu lintas yang parah, yang menyoroti tekanan pada infrastruktur.
  • Pengelolaan Sampah : Masuknya wisatawan telah membebani sistem pengelolaan sampah lokal, yang menyebabkan penumpukan sampah di ruang publik dan badan air.

Dampak Budaya dan Sosial

  • Komoditisasi Budaya : Tradisi Bali yang sakral semakin disesuaikan untuk konsumsi wisatawan, sehingga berisiko memudarkan warisan budaya .
  • Kesenjangan Ekonomi : Sementara daerah perkotaan mendapat manfaat dari pariwisata, masyarakat pedesaan menghadapi penggusuran dan hilangnya mata pencaharian karena alih fungsi lahan untuk pengembangan pariwisata.
  • Mata Pencaharian Lokal : Maraknya warga negara asing yang berperan sebagai pengemudi dan pemandu wisata telah memicu protes oleh pengemudi pariwisata lokal, yang berpendapat bahwa praktik ini melemahkan mata pencaharian mereka.

Respon Kebijakan dan Prospek Masa Depan

  • Pajak Pariwisata : Pada tahun 2024, Bali memberlakukan pajak pariwisata wajib sebesar $9 untuk mendanai upaya konservasi. Namun, penerapannya tidak konsisten, dengan hanya sepertiga wisatawan yang mematuhinya.
  • Moratorium Konstruksi : Pihak berwenang telah mengusulkan pembekuan dua tahun pada pembangunan hotel dan kehidupan malam baru untuk mengurangi dampak lingkungan dan melestarikan warisan budaya.
  • Inisiatif Pariwisata Berkelanjutan : Ada peningkatan penekanan pada promosi “pariwisata berkualitas” dibandingkan pariwisata massal, dengan fokus pada praktik ramah lingkungan dan kepekaan budaya.

Bali berada di persimpangan jalan, menyeimbangkan manfaat ekonomi dari pariwisata dengan keharusan untuk melestarikan lingkungan dan budayanya yang unik. Jalan ke depan akan membutuhkan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat setempat, dan wisatawan untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi pulau ini.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *