Perekonomian Indonesia siap untuk melakukan pelonggaran moneter pada akhir tahun ini, namun penurunan nilai mata uang yang tidak diinginkan akan mempersulit Bank Indonesia dan dapat memaksa Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga dengan enggan.
Ketika mata uang ini melemah melewati level psikologis 16.000 per dolar, dan mengalami kerugian sebesar 5,25% untuk tahun ini, beberapa pelaku pasar merasa Bank Indonesia (BI) mungkin perlu melakukan sesuatu yang drastis seperti kenaikan suku bunga untuk menahan penurunan tersebut.
Sepanjang tahun 2023 dan sejauh ini, pada tahun ini, pemerintah telah menggunakan serangkaian instrumen intervensi untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap terkendali ketika dolar melonjak. Hingga bulan lalu, bank ini diperkirakan akan menjadi salah satu bank sentral pertama di negara berkembang Asia yang mulai menurunkan suku bunganya.
Mengapa Rupiah melemah?
Ada beberapa penyebab melemahnya rupiah, faktor utamanya adalah tingginya inflasi di AS yang mendorong (Federal Reserve) menaikkan suku bunganya dan belum ada tanda-tanda akan diturunkan. Suku bunga The Fed saat ini berada pada level tertinggi dalam 23 tahun terakhir, yaitu sekitar 5,25 persen hingga 5,5 persen.
Alasan lain mengapa rupiah melemah adalah perang di Timur Tengah. Keduanya memicu arus keluar modal (capital outflow) dari negara-negara berkembang. Suku bunga Fed yang lebih tinggi menarik modal investasi karena investor mencari imbal hasil yang lebih tinggi pada obligasi dan produk suku bunga. Pada gilirannya, investor global menjual investasi mereka dalam mata uang lokal mereka untuk investasi dalam mata uang dolar AS . Hal ini menyebabkan dolar AS menguat
Khususnya bagi rupiah, kekhawatiran terhadap pemerintahan baru yang mulai menjabat pada bulan Oktober mungkin juga berperan dalam depresiasi rupiah. Banyak investor yang memperhatikan bagaimana pengelolaan fiskal di bawah pemerintahan terpilih yang baru.
Dari sisi internal, Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia sebesar 139 miliar dolar AS atau setara Rp2.254,8 triliun (kurs Rp 16.222/dolar) pada akhir Mei 2024. Posisi tersebut meningkat sebesar US$ 2,8 miliar atau Rp. 45 triliun jika dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar US$136,2 miliar dollar AS.
Untuk saat ini, cadangan USD Indonesia masih termasuk aman.