Hotel Sultan

Polemik terhadap Hotel Sultan di Jakarta: Apakah ada solusinya?

Pengelolaan Hotel Sultan di Jakarta telah menjadi sorotan polemik dan kontroversi yang terus berlanjut. Hotel ini menjadi pusat perhatian karena PT Indobuildco, perusahaan yang mengelolanya menolak melakukan pengosongan hotel yang berada di Blok 15 kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Di balik polemik ini ada sejarah panjang yang melibatkan pemerintah, perusahaan swasta, dan tokoh-tokoh terkemuka.

Sejarah Awal Hotel Sultan

Polemik Hotel Sultan dimulai pada tahun 1970-an ketika mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin ingin mendirikan sebuah hotel sebagai tempat tinggal tuan rumah konferensi pariwisata se-Asia Pasifik. Pada saat itu, jumlah hotel berskala internasional di Jakarta masih terbatas sehingga Ali Sadikin mengajukan permohonan kepada Pertamina untuk membangun hotel tersebut.

Permintaan Ali Sadikin disetujui oleh Direktur Utama Pertamina, Ibnu Sutowo dan pada tahun 1973 hotel tersebut dibangun di kawasan Senayan oleh PT Indobuildco yang pada saat itu diketahui sebagai milik Pertamina. Namun, pada saat hotel tersebut telah berdiri pada tahun 1976 Ali Sadikin baru mengetahui bahwa PT Indobuildco sebenarnya adalah milik swasta, bukan anak perusahaan Pertamina.

Keputusan ini menimbulkan kontroversi karena hotel yang seharusnya menjadi milik negara justru dikelola oleh perusahaan swasta yang dimiliki oleh keluarga Ibnu Sutowo terutama oleh anaknya, Pontjo Sutowo. PT Indobuildco diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) selama 30 tahun untuk mengelola hotel tersebut.

Kontroversi Pengelolaan Hotel Sultan

Kontroversi Hotel Sultan semakin memanas ketika Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut habis pada Maret-April 2023. Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) di bawah Sekretariat Negara (Setneg) meminta PT Indobuildco untuk mengosongkan hotel tersebut. Namun, PT Indobuildco menolak pengosongan karena tidak ada dasar putusan pengadilan atau penetapan eksekusi pengosongan.

Kuasa Hukum PT Indobuildco, Yosef Benediktus Badeoda menjelaskan bahwa perusahaan tersebut telah mengajukan permohonan pembaruan HGB kepada Kementerian ATR/BPN untuk jangka waktu 30 tahun lagi setelah mengelola hotel selama 50 tahun terakhir. Namun, permohonan tersebut belum disetujui karena Kementerian ATR/BPN meminta rekomendasi dari Setneg.

Polemik ini juga menjadi sorotan karena Hotel Sultan sebenarnya adalah lahan negara yang dikelola oleh perusahaan swasta. Pada awalnya, Pertamina membangun hotel tersebut dengan alasan tidak boleh digarap oleh pihak swasta. Namun, pada kenyataannya, hotel tersebut dikelola oleh keluarga Sutowo. Seiring berjalannya waktu, pemerintah memperbolehkan PT Indobuildco mengelola hotel tersebut.

Pertempuran Hukum dan Putusan Pengadilan

Permasalahan antara pemerintah dan PT Indobuildco bermula pada tahun 2006 ketika PT Indobuildco mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan tersebut ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Mensetneg selaku Ketua BDN Pengelola GOR Bung Karno, Jaksa Agung, Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta dan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat.

Pada tahun 2007, pengadilan mengabulkan sebagian gugatan PT Indobuildco dan menyatakan bahwa surat perpanjangan HGB oleh PT Indobuildco sah, sementara Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara Republik Indonesia dinyatakan tidak sah.

Namun, pemerintah tidak terima dengan putusan tersebut dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Putusan banding menguatkan vonis pengadilan sebelumnya. Pemerintah kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun MA menolak kasasi tersebut. Pemerintah lalu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan MA mengabulkan PK tersebut dengan membatalkan putusan sebelumnya.

Solusi yang Dicari

Saat ini, polemik Hotel Sultan masih berlanjut dan pihak-pihak terkait sedang mencari solusi untuk masalah ini. PT Indobuildco menolak pengosongan hotel karena menganggap bahwa mereka memiliki hak untuk memperbarui HGB setelah habis masa berlakunya. Namun, pemerintah meminta PT Indobuildco untuk mengosongkan hotel karena masa berlakunya telah habis.

Pertemuan antara kedua belah pihak sedang dijajaki untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi polemik ini. Pemerintah dan PT Indobuildco harus mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan mempertimbangkan kepentingan publik serta hukum yang berlaku.

Polemik pengelolaan Hotel Sultan di Jakarta telah menjadi perhatian publik karena melibatkan pemerintah, perusahaan swasta, dan tokoh-tokoh terkemuka. Sejarah panjang hotel ini dimulai pada tahun 1970-an ketika Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta, mengajukan permohonan kepada Pertamina untuk membangun hotel tersebut. Namun, hotel yang seharusnya menjadi milik negara malah dikelola oleh perusahaan swasta yang dimiliki oleh keluarga Ibnu Sutowo

Kontroversi semakin memanas ketika Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Sultan habis pada Maret-April 2023. Pemerintah meminta PT Indobuildco untuk mengosongkan hotel tersebut, namun perusahaan tersebut menolak karena tidak ada dasar putusan pengadilan atau penetapan eksekusi pengosongan. Pertempuran hukum pun terjadi antara kedua belah pihak, dengan putusan pengadilan yang saling bertentangan.

Saat ini, solusi sedang dicari untuk mengatasi polemik ini. Pemerintah dan PT Indobuildco perlu mencapai kesepakatan yang mempertimbangkan kepentingan publik serta hukum yang berlaku. Dengan demikian, diharapkan polemik pengelolaan Hotel Sultan dapat diselesaikan dengan baik dan adil bagi semua pihak yang terlibat

Kirim uang dari Indonesia ke luar negeri, pakai Adaremit saja. Transaksi pengeriman uang di Adaremit murah, aman dan mudah. Pakai Adaremit sekarang.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *